Senin, 21 Januari 2013

Peranan E-Government Dalam Mewujudkan Good Governance di Indonesia


Peranan E-Government Dalam Mewujudkan Good Governance di Indonesia



Oleh:
Mela Ulfa (20100420029)









A. PENDAHULUAN
Secara umum, Good Governance ialah pemerintahan yang baik. Dalam versi World Bank, Good Governance adalah suatu peyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Hal ini bagi pemerintah maupun swata di Indonesia ialah merupakan  suatu  terobosan mutakhir dalam menciptakan kredibilitas publik dan untuk melahirkan bentuk manajerial yang handal.
Good Governance di Indonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance merupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun ini, penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Pada dasarnya, setiap pembaruan dan perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dimaksudkan dalam rangka menuju terwujudnya pemerintahan yang demokratis guna terwujudnya sistem pemerintahan yang lebih baik (good governance). Salah satu ciri good governance adalah transparansi yang dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, dimana seluruh proses pemerintahan dan informasinya dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan. Untuk kepentingan transparansi informasi sebagaimana dimaksud, diperlukan sarana komunikasi yang menjamin kelancaran informasi antara pemerintah dengan masyarakat dan dunia usaha, dan tentunya komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta antar pemerintah daerah.
Menyadari betapa pentingnya arti mewujudkan kepemerintahan yang baik, maka aparatur negara dituntut harus mampu meningkatkan kinerja. Sasaran yang menjadi prioritas adalah mewujudkan pelayanan masyarakat yang efisien dan berkualitas, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing. Oleh karena itu, dalam hal ini diperlukan perhatian pemerintah untuk melakukan perubahan-perubahan secara signifikan melalui manajemen perubahan menuju ke arah penyelenggaraan kepemerintahan yang baik.
Salah satu upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik adalah mempercepat proses kerja serta modernisasi administrasi melalui otomatisasi di bidang administrasi perkantoran, modernisasi penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat melalui E-Government sebagai salah satu aplikasi dari teknologi informasi. Masalah utama yang dihadapi dalam implementasi otonomi daerah adalah terbatasnya sarana dan prasarana komunikasi informasi untuk mensosialisasikan berbagai kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah kepada masyarakat, agar proses penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat dapat menjadi lebih efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pemerintahan menuju good governance serta da­lam rangka melaksanakan penyelenggaraan otonomi daerah, maka pengembangan dan imple­mentasi E-Government merupakan alternatif yang strategis dalam rangka mengkomunikasikan informasi secara dua arah antara pemerintah de­ngan masyarakat dan dunia usaha dan antar pe­merintah itu sendiri.

B. TINJAUAN PUSTAKA
a. Pengertian E-Government
E-Government dapat diartikan sebagai kumpulan konsep untuk semua tindakan dalam sektor publik (baik di tingkat Peme­rintah Pusat maupun Pemerintah Daerah) yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka mengoptimalisasi proses pelayanan publik yang efisien, transparan dan efektif (Kurniawan, 2006). Istilah E-Government berhubungan dengan kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk me­ningkatkan hubungan antara pemerintah dan ma­syarakat, antara pemerintah dan pelaku bisnis, dan di antara instansi pemerintah. Teknologi ter­sebut termasuk e-mail. WAN (Wide Area Net­work), Internet, peralatan mobile computing (HP, laptop, PDA), dan berbagai teknologi lain yang berfungsi untuk menyebarluaskan informasi dan memberi pelayanan elektronik dalam berbagai bentuk.
Secara umum pengertian E-Government adalah sistem manajemen informasi dan layanan masyarakat berbasis internet. Layanan ini diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. De­ngan memanfaatkan internet, maka akan muncul sangat banyak pengembangan modus layanan dari pemerintah kepada masyarakat yang memungkinkan peran aktif masyarakat dimana di­harapkan masyarakat dapat secara mandiri melakukan registrasi perizinan, memantau proses penyelesaian, melakukan secara langsung untuk setiap perizinan dan layanan publik lainnya. Semua hal tersebut dengan bantuan teknologi in­ternet akan dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja (Abidin dalam Hardiyansyah, 2003).
E-Government sendiri dapat diartikan se­bagai pemanfaatan teknologi informasi (seperti internet, telepon, satelit) oleh institusi pemerin­tahan untuk meningkatkan kinerja pemerintah dalam hubungannya dengan masyarakat, komunitas bisnis, dan kelompok terkait lainnya (World Bank, 2001). Menurut Rogers WO Okut-Uma and Larry Caffrey (Eds), dalam buku Trusted Services and Public Key Infrastructure, Commonwelth Secretariat, London (2000), “E-government refers to the processes and structures pertinent to the electronic delivery of government services to the public.” Sementara itu, Kementerian Kominfo berpendapat bahwa e-government adalah aplikasi teknologi informasi yang berbasis internet dan perangkat digital lain­nya yang dikelola oleh pemerintah untuk keperluan penyampaian informasi dari pemerintah ke masyarakat, mitra bisnis, pegawai, badan usaha, dan lembaga-lembaga lainnya secara online (da­lam Hardiyansyah, 2003).
b. Pengertian Good Governance (Tata Kepemerintahan yang Baik)
Pengertian dari good governance dapat dilihat dari pemahaman yang dimiliki baik oleh IMF maupun World Bank yang melihat Good Go­vernance sebagai sebuah cara untuk memperkuat “kerangka kerja institusional dari pemerintah”. Hal ini menurut mereka adalah bagaimana mem­perkuat aturan hukum dan prediktibilitas serta imparsialitas dari penegakannya. Ini juga berarti mencabut akar dari korupsi dan aktivitas-aktivitas rent seeking, yang dapat dilakukan melalui transparansi dan aliran informasi serta menjamin bahwa informasi mengenai kebijakan dan kinerja dari institusi pemerintah dikumpulkan dan diberikan kepada masyarakat secara memadai sehing­ga masyarakat dapat memonitor dan mengawasi manajemen dari dana yang berasal dari masyara­kat (Kurniawan, 2006).
Good governance memiliki sejumlah ciri sebagai berikut:
(1)   Akuntabel: artinya pembua­tan dan pelaksanaan kebijakan harus disertai per-tanggungjawabannya
(2)    Transparan: artinya harus tersedia informasi yang memadai kepada masyarakat terhadap proses pembuatan dan pe­laksanaan kebijakan
(3)   Responsif:  artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebija­kan harus mampu melayani semua stakeholder
(4)   Setara dan inklusif: artinya seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali harus memperoleh kesempatan dalam proses pembuatan dan pelak­sanaan sebuah kebijakan
(5)   Efektif dan efisien: artinya kebijakan dibuat dan dilaksanakan de­ngan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang tersedia dengan cara yang terbaik
(6)   Mengikuti aturan hukum: artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan membutuhkan kerangka hukum yang adil dan ditegakan
(7)   Partisipatif: artinya pembuatan dan pelaksa­naan kebijakan harus membuka ruang bagi keterlibatan banyak aktor
(8)   Berorientasi pada konsensus (kesepakatan): artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para aktor yang terlibat (Kurniawan, 2006).
c. Keuntungan Penggunaan E-Government
Masyarakat di kota besar yang sibuk dan kadang-kadang lokasi tempat tinggalnya cukup jauh dengan kantor pelayanan. Maka dengan diimplementasikannya E-Government, masyarakat tetap dapat mengakses informasi dan layanan publik. Dengan adanya fasilitas tersebut, masya­rakat diharapkan akan menjadi lebih produktif karena masyarakat tidak perlu antri dalam waktu lama hanya untuk menyelesaikan sebuah perizinan seperti saat ini. Suatu hal yang perlu diingat adalah, bahwa menerapkan E-Government sama sekali tidak sama dengan menjadikan kantor-kantor pemerintahan sebagai lingkungan high-tech (teknologi tinggi). Melainkan E-Government bertujuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membuat layanan pemerintah lebih dekat pada orang-orang yang menggunakan layanan-layanan tersebut, yaitu masyarakat.
Dengan adanya online system, masya­rakat dapat memanfaatkan banyak waktunya un­tuk melakukan aktivitas yang lain sehingga diha­rapkan produktifitas pun dapat meningkat, baik tingkat daerah maupun tingkat nasional. Dapat dikatakan bahwa secara garis besar E-Government mempunyai banyak keuntungan, antara lain:
(1)   Peningkatan kualitas pelayanan. Pelayanan pu­blik dapat dilakukan selama 24 jam, berkat ada­nya teknologi internet.
(2)   Dengan menggunakan teknologi online, banyak proses yang dapat dila­kukan dalam format digital, hal ini akan banyak mengurangi penggunaan kertas (paperwork) pro­ses akan menjadi lebih efisien dan hemat.
(3)   Database dan proses terintegrasi (akurasi data lebih tinggi, mengurangi kesalahan identitas dan Iain-lain).
(4)    Semua proses dilakukan secara trans-paran, karena semua proses berjalan secara online.


C. PEMBAHASAAN
Istilah Good Governance sendiri muncul bersamaan dengan program-pro­gram yang didukung lembaga luar, namun tidak berarti kegiatan yang dilaksanakan bukan kegia­tan yang merupakan aspirasi masyarakat. Keinginan masyarakat untuk memperoleh peme­rintahan yang baik (Good Governance) sudah ada sejak dulu. Jadi adanya Tata Pemerintahan yang baik bukan merupakan kondisi yang diharapkan dari luar namun menjadi impian masyarakat banyak. Pada hakekatnya tujuan tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) adalah tercapainya kondisi pemerintahan yang dapat menjamin kepentingan atau pelayanan publik secara seimbang dengan melibatkan kerjasama antar semua komponen pelaku (negara, masyarakat, lembaga-lembaga masyarakat, dan pihak swasta). Paradigma tata kepemerintahan yang baik menekankan arti penting kesejajaran hubungan antara institusi negara, pasar, dan masyarakat. Semua pelaku harus saling mengetahui apa yang dilakukan oleh pelaku lainnya serta membuka ruang dialog agar para pelaku saling memahami perbedaan-perbedaan di antara mereka. Melalui proses tersebut diharapkan akan tumbuh konsensus dan sinergi dalam penerapan program-program tata kepemerintahan yang baik di masyarakat.
Ada empat belas karakteristik yang terdapat dalam Good Gover­nance yaitu:
(1)   Wawasan ke depan (visionary)
(2)   Keterbukaan dan Transparansi (openness and trans­parency)
(3)   Partisipasi Masyarakat (participa­tion)
(4)    Akuntabilitas/Tanggunggugat (accounta­bility)
(5)   Supremasi Hukum (rule of law)
(6)   Demokrasi (Democracy)
(7)   Profesionalisme dan Kompetensi (profesionalism and competency)
(8)   DayaTanggap (responsiveness)
(9)   Keefisienan dan Keefektifan (efficiency and effecti­veness)
(10)          Desentralisasi (decentralization)
(11)           Kemitraan dengan Swasta dan Masyarakat (private and civil society partnership)
(12)          Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (com­mitment to discrepancy reduction)
(13)          Komitmen pada Pasar yang fair (commitment to fair market)
(14)          Komitmen pada Lingkungan Hidup (commitment to environmental protection)
Hambatan penerapan E-Government dapat dilihat misalnya dari hasil pengamatan yang dilakukan kementerian komunikasi yang menyimpulkan bahwa mayoritas situs pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah masih berada pada tingkat persiapan apabila ditinjau dari sejumlah aspek yaitu:
(1)   E-Leadership: prioritas dan inisiatif negara di dalam mengantisipasi dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi
(2)   Infrastruktur Jaringan Informasi: kondisi infrastruktur telekomunikasi serta akses, kualitas, lingkup, dan biaya jasa akses
(3)   Pengelolaan Informasi: kua­litas dan keamanan pengelolaan informasi
(4)   Lingkungan Bisnis: kondisi pasar, sistem perdagangan. dan regulasi yang membentuk konteks perkembangan bisnis teknologi informasi
(5)   Masyarakat dan Sumber Daya Manusia: difusi teknologi informasi didalam kegiatan masya­rakat baik perorangan maupun organisasi, serta sejauh mana teknologi informasi disosialisasikan kepada masyarakat melalui proses pendidikan (Kurniawan, 2006).
Berbagai masalah yang dihadapi Indonesia dalam menerapkan E-Government, di antaranya adalah masih kurangnya infrastruktur yang ada, masalah sumber daya manusia dan lain-lain. Namun karena penerapan E-Govern­ment sudah menjadi tuntutan masyarakat untuk mendapatkan layanan yang lebih baik dan juga karena tuntutan penerapan otonomi daerah, maka pemerintah (pusat atau daerah) harus segera menerapkannya dengan segala keterbatasan yang ada. Menurut Rasyid (2000), dalam rangka penerapan Good Governance dan E-Government, terdapat empat prinsip dasar yang perlu diperhatikan yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, dan profesionalitas untuk peningkatan layanan dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan menurut Hardijanto (2000) bahwa pening­katan pelayanan kepada masyarakat harus terus menerus diusahakan perubahan peran dengan cara optimalisasi standar pelayanan dengan prinsip cepat, tepat, memuaskan, transparan dan non diskriminatif serta menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas, dan pertimbangan efisiensi.
Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan pentingnya E-Government dalam pembangunan masyarakat jaringan (network society):
(1)   Elektronisasi komunikasi antara sektor publik dan masyarakat menawarkan bentuk baru partisipasi dan interaksi keduanya. Waktu yang dibutuhkan menjadi lebih singkat, disamping tingkat kenyamanan pelayanan juga semakin tinggi. Di­samping itu bentuk transaksi baru ini akan menyebabkan tingginya tingkat pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
(2)   Cyberspace dalam pelayanan publik memungkinkan penghapusan struktur birokrasi dan proses klasik pelayanan yang berbelit-belit. Tujuan realistis yang hendak dicapai melalui cyberspace adalah efisiensi pe­layanan dan penghematan finansial. Disamping itu, informasi online dalam pelayanan publik dapat meningkatkan derajat pengetahuan masya­rakat mengenai proses dan persyaratan sebuah pelayanan publik
(3)   E-Government menyajikan juga informasi-informasi lokal setempat. Penggunaan internet dalam sektor publik akan memungkinkan kemampuan kompetisi masyarakat lokal dengan perkembangan internasional dan global.
Dalam rangka implementasi E-Govern­ment, tentu saja ada beberapa prioritas utama yang akan dilaksanakan, karena tidak semua jenis layanan dapat di fasilitasi dengan internet atau dilayani melalui internet, baik karena keterbatasan infrastrukturnya maupun SDM-nya, terutama publik yang akan melakukan berbagai transaksi layanan atau yang membutuhkan layanan. Menurut Abidin (2000), ada beberapa prioritas utama dalam melakukan implementasi E-Govern­ment, antara Iain yaitu:
(1)   Pemulihan ekonomi (dapat mendorong kegiatan investasi, pengembangan sistem informasi untuk arus investasi, dan ke-lanjutan EDI. EDI: Electronic Data Interchange, adalah suatu bentuk pertukaran informasi perdagangan melalui jaringan privat (tidak memanfaatkan internet) dan biasanya digunakan di pelabuhan dan bea cukai. Dengan memanfaatkan E-Government, diharapkan implementasi EDI dapat lebih ditingkatkan dengan memanfaatkan teknologi inter­net untuk memperlancar kegiatan ekspor/impor melalui pelabuhan laut/udara)
(2)   Layanan masyarakat umum, misalnya SIMTAP (Sistem Informasi Manajemen Satu Atap).
(3)   Aplikasi fungsional tiap departemen (pengembangan data hasil pengelolaan data potensi di tiap daerah yang dapat diolah dalam bentuk-bentuk yang informatif, misalnya grafik yang harus tersedia untuk perencanaan di daerah, pendaftaran paten dan hak cipta produk-produk pengembangan dari daerah, dan lain-lain).

D. SIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa E-Government memang sangat berperan dalam mewujudkan good governance, peran ini telah dibuktikan oleh negara-negara lain dan daerah-daerah lain di Indonesia, namun demikian, disamping perannya yang besar dan positif, kita juga tidak menutup mata bahwa penerapan E-Government masih memiliki sejumlah kelemahan, hambatan dan tantangan. Hambatan dan tantangan tersebut masih dianggap wajar. karena implementasi E-Government di Indonesia masih terbilang baru, sehingga secara teknis masih sering adanya kesalahan di lapangan.
Untuk itu, diperlukan pengembangan lebih lanjut dari E-Government pada tahapan paling tinggi yang memungkinkan, terutama melalui pendidikan dan pemerataan akses masyarakat terhadap internet.  Kesimpilanya, karena peran E-Government sangat besar dalam mewujudkan Good Governance (Tata Kepemerintahan yang baik) sekarang ini, maka penerapannya adalah merupakan hal yang sangat penting.





DAFTAR PUSTAKA





Senin, 07 Januari 2013

Teori Akuntansi (Akuntansi Inflasi)

Akuntansi Inflasi Dan Kemungkinan Penerapannya Di Indonesia

Indonesia adalah salah satu negara berkembang. Masalah umum yang sering di hadapi negara berkembang adalah tingginya tingkat inflasi. Sejak krisis moneter tahun 1998, harga-harga di pasaran cenderung naik. Tahun 2010 saja tingkat inflasi di Indonesia adalah 6,96 persen dibandingkan pada tahun 2007. Hal ini bisa diartikan bahwa aktiva yang dimiliki harganya akan berkurang sebesar 6.96 persen, sedangkan pendapatan dinilai terlalu tinggi sebesar angka yang sama. Hal ini juga yang memicu munculnya akuntansi inflasi.
Akuntansi inflasi adalah akuntansi yang berupaya untuk menyusun laporan keuangan yang memuat dampak dari inflasi atau penurunan nilai beli uang pada laporan keuangan sehingga laporan keuangan menunjukkan satuan mata uang pada tingkat harga yang berlaku saat itu bukan lagi harga historis.
Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi = metode penentuan laba. Untuk menyusun laporan keuangan pada masa inflasi agar lebih relevan dapat digunakan beberapa metode:
1.General Price Level
Dalam metode General Price Level misalnya metode historical cost disesuaikan dengan perubahan tingkat harga sehingga pada masa inflasi GPL ini lebih besar daripada nilai historical cost.
Keuntungan GPL adalah sebagai berikut:
·         Dapat menjelaskan pengaruh inflasi pada perusahaan
·         Dapat meningkatkan kegunaan perbandingan laporan antar periode
·         Membantu pemakai laporan menilai arus kas dimasa yang akan datangsecara lebih baik
·         Memperbaiki tingkat kepercayaan rasio laporan keuangan yang dihitungdari angka-angka laporan keuangan yang sudah disesuaikan.
Kelemahan GPL adalah sebagai berikut:
·         Inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi tidak bisa disamaratakan
·         GPL tidak bermakna bagi perusahaan
·         Angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas
·         Rasio itu adalah indikator mentah
2.Current Cost Accounting
Edgar Edwards dan Philips Bell (1961) merupakan tokoh yang paling gencar mempromosikan konsep CCA ini. Menurut mereka yang dibutuhkan oleh manajer adalah bagaimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada. Berikut ini adalah beberapa bentuk current cost:  
a.       Replacement Cost
b.      Reproduction cost
c.       Net Realizable Value
d.      Selling Price
e.       Expected Value

3.      Monetary – Non Monetary Item
Monetary item adalah aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajikan dalam unit uang yang tetap misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya yang angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar di masa yang akan datang tanpa ada perubahan. Non-monetary items adalah nilai dimana jumlah uangnya tidak ditetapkan menurut kontrak perjanjian.
4.      Model Penilaian dan Penentuan Laba
Ada tiga model akuntansi yang berbeda, yaitu :
·         Model Historical Cost Accounting, Atribut yang dinilai adalah jumlah uang atau kas atau sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkanaktiva atau membayar sejumlah hutang yang dibebankan dalam unit uang yang timbul dari perolehan aktiva itu.
·         Model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalahuang kas atau sejenisnya yang akan dibayar untuk memperoleh aktiva yang sama dan sejenis saat sekarang atau jumlah hutang yang akan dibebankan untuk memperolah aktiva tersebut.
·         Model Net Realizable, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kasatau sejenisnya yang akan diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah uang yang harus dibayar untuk menebus kewajiban itu sekarang.
·         Model Present Value atau Capitalized Value, atribut yang dinilai adalah arus kas masuk bersih yang diharapkan akan diterima dari penggunaan aktiva atau arus kas keluar net yang diharapkan akan dibayar untuk membayar kembali hutang.


Sumber:
http://andrianti-putri.blogspot.com/2011/04/istilah-akuntansi-inflasi.html
http://ianyundyun.blogspot.com/2012/06/akuntansi-inflasi.html